Rabu, 08 Januari 2014

Proses Bisnis dan Regulasi e-Goverment Indonesia


e-Government dan Proses Bisnis

Hingga tahun 2011, pemanfaatan e-Government sebagai bentuk baru 'Government' dirasakan belum maksimal. Proses bisnis yang mestinya bisa diefektifkan melalui fungsi TIK, belum diorganisasikan melalui suatu Business Process Re-engiineering (BPR) yang baik. Sebagai contoh, kalau kita perhatikan, meskipun kita sudah merdeka selama 66 tahun, meskipun Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) telah memanfaatkan TIK dengan nilai tidak murah, proses bisnis layanan kependudukan (KK, Akta Kelahiran, KTP, dll) hampir tidak berubah sejak mulai kita merdeka. Untuk mengurus KTP, seseorang harus mengurus berjenjang (verifikasi data) dari RT, RW, Kelurahan/Desa dan Kecamatan, meskipun database-nya sudah ada. Database penduduk dan warga negara ini belum dapat dimanfaatkan oleh sistem informasi lain, seperti SI Pendidikan, SI Kesehatan, SI Pemilu, SI Kepegawaian, SI keimigrasian, dll.

Regulasi e-Goverment Indonesia

regulasi di bidang e-Government berjalan sangat lambat. Sampai dengan tahun 2011, regulasi spesifik di bidang e-Government adalah Instruksi Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi e-Government Indonesia dan Peraturan Menteri Kominfo nomor 28 tahun 2006 tentang pengelolaan nama domain pemerintah. Selain itu, beberapa regulasi yang bersifat sektoral juga telah diterbitkan, seperti UU nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan dan produk-produk turunannya, UU tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, UU Keimigrasian, dll. Regulasi dan regulasi turunan sektoral tersebut juga mengatur implementasi e-Government sesuai sektor masing-masing.
SUMBER: http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Sejarah_Internet_Indonesia:e-government


Tidak ada komentar:

Posting Komentar